BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tunagrahita adalah kata
lain dari retardasi mental (mental
reterdation). Arti dari kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita artinya
pikiran. Ciri khusus tunagrahita adalah kelemahan berfikir atau bernalar.
Akibatnya mereka memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosial dibawah
rata-rata.[1]
Tunagrahita itu sendiri ada 3 klasifikasi yaitu rendah, sedang dan, berat.
Karena anak tunagrahita memiliki kesulitan belajar, penyesuaian diri,
penyaluran tempat kerja, gangguan kepribadian dan emois. Maka pihak sekolah ingin siswa tunagrahita bisa
mandiri mengurus dirinya sendiri dan memiliki ketrampilan.
Upaya yang dilakukan oleh
pihak sekolah agar siswa tunagrahita mandiri dan memiliki ketrampilan adalah
menempatkan mereka pada jurusan. Sebelum dibagi jurusan, pihak sekolah terlebih
dahulu melakukan asesmen. Asesmen dilakukan setelah mereka lulus SD dan
pebagian jurusan pada saat mereka kelas 7 SMP. Jurusan yang diberikan pada
siswanya seperti Boga, bengkel, kecantikan, batik, busana, kayu, musik,
komputer, pertanian dan wirausaha
Pemberian jurusan
bertujuan agar anak tunagrahita bisa bersaing dalam lapangan pekerjaan dengan
anak normal lainnya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup.
SLB Pembina tidak hanya
memberikan pelajaran akademik didalam kelas tetapi juga memberikan
ketrampilan-ketrampilan pada siswanya agar bisa hidup mandiri.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana upaya meningkatkan keterampilan
siswa di SLB N Pembina Yogyakarta ?
2. Bagaimana
tahapan proses layanan ketrampilan?
3. Prestasi apa saja yang telah dicapai?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui jurusan yang ada di SLB
Prayuwana
2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam penentuan
jurusan, keterampilan yang berguna untuk meningkatkan
kemandirian di SLB N Pembina Yogyakarta.
3. Untuk mengukur seberapa keberhasilan, kemadirian yang
ditunjukan dari prestasi-prestasi yang diraih.
D.
MANFAAT PENULISAN
1. Secara teoritis
2. Manfaat praktis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
TINJAUAN TENTANG TUNAGRAHITA
1.
Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah
rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental
retasdation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan
lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-rata dan ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak
tungrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena keterbatasan
kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program penddikan
disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental
membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan
anak tersebut.[2]
2.
Karakteristik Tunagrahita
a.
Keterbatasan Inteligensi
Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal mempelajari informasi dan
keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan
situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir
abstrak, kreatif, menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan,
mengatasi kesulitan, dan merencanakan masa depan. Kapasitas belajar anak
tunagrahita terutama yang bersifat abstrak sepeti belajar dan berhitung,
menulis, dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung
tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
b.
Keterbatasan sosial
Anak tunagrahita memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam
masyarakat, oleh karena itu mereka memerluka bantuan. Anak tunagrahita
cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap
orangtua terhadap orangtua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab
sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi.
Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan
akibatnya.
c.
Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada
situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila
mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya.
Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka
bukannya mengalami kerusakan artikullasi, akan tetapi perbendaharaan kata yang
kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu, anak tunagrahita
kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan
yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena
kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan
terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.[3]
3.
Klasifikasi Tunagrahita
a.
Tunagrahita Ringan (moron atau debil)
Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan
menurut Skala Wschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar
membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun tidak mampu melakukan
penyesuaian sosial secara independen.
Anak tunagrahita ringan dapat didik menjadi
tenaga kerja semi-skilled seperti
pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika
dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di
pabrik-pabrik dengan sedikit pegawasan
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan
fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya sehingga
sulit dibedakan antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
b.
Tunagrahita sedang (imbesil)
Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Skala Binet dan 54-40
menurut Skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita sedang bisa mencapai
perkembangan MA sampai ± 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri,
melindungi diri sendiri dari bahaya sepert menghindari kebakaran, berjalan
dijalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan dapat belajar secara
akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih
dapat menulis secara sosial, misalnya menulis nama dan alamat rumahnya sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan
yang terus-menerus.
c.
Tunagrahita berat
Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tunagrahita berat dan
sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala
Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat beat
(profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut skala
Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental
mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun.
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total
dalam hal berpakaian, mandi, akan dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan
perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.[4]
4.
Masalah yang Dihadapi Tunagrahita
a.
Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan
kesehatan dan pemeliharaan dini dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi
keterbatasan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak mengalami
kesulitan apalagi yang dalam kategori berat, dan sangat berat; pemeliharaan
kehidupan seahari-harinya sangat memerlukan bimbingan.
b.
Masalah kesulitan belajar
Masalah-masalah yang sering dirasakan
dalam kaitanya dengan proses belajar mengajar di antaranya: kesulitan menangkap
pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat,
kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang lemah, dan
sebagainya.
c.
Masalah penyesuaian diri
Karena tingkat kecerdasan anak
tunagrahita jelas-jelas berada di bawah rata-rata (normal) maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan.
d.
Masalah penyaluran ketempat kerja
Secara empirik dapat dilhat bahwa
kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri
kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali
yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak tunagrahita
ringan.
e.
Masalah gangguan kepribadian dan emosi
Memahami akan kondisi karakteristik
mentalnya, nampak jelas bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan
berfikir, keseimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kadang-kadang stabil
dan kadang-kadang kacau.
f.
Masalah pemanfaatan waktu luang
Sebenarnya sebagian dari mereka
cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan diri dari keramaian sehngga hal ini
dapat berakibat fatal bagi dirinya, karena dapat saja terjadi tindakan bunuh
diriSebenarnya sebagian dari mereka cenderung suka berdiam diri dan menjauhkan
diri dari keramaian sehngga hal ini dapat berakibat fatal bagi dirinya, karena
dapat saja terjadi tindakan bunuh diri.[5]
B.
TINJAUAN TENTANG KEMANDIRIAN DAN KETERAMPILAN
1.
Pengertian kemandirian
Kemandirian merupakan nilai intinsik
dalam proses perubahan yang terarah dan terencana, artinya tidak membenarkan
setiap perubahan yang menyebabkan ketergantungan.
Menurut ethand dan winner yang di
kutip oleh M. Chabib Thoha tentang perilaku mandiri adalah bahwa sikap mandiri
itu ditandai dengan kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang
lain, tidak terpengaruh oleh lingkungan serta bebas mengatur kebutuhan sendiri.[6]
Smart (1978) berpendapat bahwa sikap
kemandirian menunjukkan adanya konsistensi organisasi tingkah laku pada
seseorang sehingga tidak goyah, memiliki self reliance atau kepercayaan kepada
diri sendiri.[7]
Dari beberapa pendapat tokoh-tokoh
tersebut dapat disimpulkan bahwa, kemandirian dapat diartikan sebagai
mengerjakan sesuatu tanpa menyandarkan atau bergantung kepada orang lain.
Dengan kata lain seseorang yang mandiri
mempunyai kemampuan untuk menemukan diri sendiri apa yang harus dilakukannya.
2.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemandirian
a.
Faktor dari dalam (intern)
Faktor dari dalam diri anak antara
lain faktor kematangan usia dan jenis kelamin serta intelegensia. Dan yang
sangat menentukan perilaku mandiri adalah kekuatan iman dan ketakwaan kepada
Allah SWT. Bagi anak yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat terhadap
agama, mereka cenderng memiliki sifat kemandirian yang kuat.[8]
Faktor dari dalam yang lain adalah faktor gen dan keturunan orang tua. Orang
tua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi seringkali menurunkan anak yang
memiliki kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan
karena ada yang berpendapat bahw sesungguhnya
itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul
berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.[9]
b.
Faktor dari luar (ekstern), faktor dari luar yang mempengaruhi
kemandirian anak adalah :
1)
Faktor pengaruh keluarga
Pengaruh keluarga terhadap kemandirian anak adalah meliputi
aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan anak, bahkan sampai kepada
cara hidup orang tuanya. Stagner (1974) mengemukakan apabila latihan mandiri
itu akan berkembang lebih awal.[10]
Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata
jangan kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan
menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang
menciptakan suasana aman dengan interaksi keluarganya akan dapat mendorong
kelancaran perkembangan anak.[11]
2)
Faktor sistem pendidikan di sekolah
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi
pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan
menghambat perkembangan kemandirian anak. Demikian juga, proses pendidikan yang
banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat
menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang
lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian
reward, dan penciptaan kompetensi positif akan memperlancar perkembangan
kemandirian mereka. [12]
3)
Faktor budaya
Musse (1979) yang dikutip
oleh Chabib Thoha tentang kemandirian dipengaruhi oleh kebudayaan. Masyarakat
yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong tumbuhnya
kemandirian dibanding dengan masyarakat yang sederhana. [13]
3.
Pengertian Keterampilan
Keterampilan menurut
Gordon adalah kemampuan untuk mengeksplorasi pekerjaan seara mudah dan cepat.
Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor. Sedangkan
pengertian keterampilan (skill)
menurut Nadler adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat diartikan
sebagai implikasi dari aktivitas. Keterampilan juga membutuhkan kemampuan dasar
(basic abality) untuk melakukan
pekerjaan secara mudah dan tepat.
Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan (skill) berarti kemampuan untuk
mengeksplorasi suatu pekerjaan secara mudah dan cermat yang membutuhkan
kemampuan dasar (basic ability).
4.
Kategori keterampilan
a.
Basic Literancy Skill
Keahlian dasar merupakan
keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti
membaca, menulis dan mendengarkan.
b.
Technical Skill
Keahlian teknik merupakan
keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung
secara cepat, mengoprasikan komputer.
c.
Interpersonal Skill
Keahlian interpersonal
merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang
llain mampu dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan
pendengar secara jelas dan bekerja dengan satu tim.
d.
Problem Solving
Menyelesaikan masalah
adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, beragumentasi dan
menyelesaikan masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan
alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.[14]
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan
a.
Motivasi
Merupakan sesuatu yang membangkitkan
keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi
inilah yang mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur
yang sudah diajarkan.
b.
Pengalaman
Merupakan suatu hal yang akan
memperkuat kemampuan seseorang dalam melakukan sebuah tindakan (keterampilan).
Pengalaman membangun seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan
selanjutnya menjadi lebih baik yang dikarenakan sudah melakukan
tindakan-tindakan di masa lampaunya.
c.
Keahlian
Keahlian yang dimiliki seseorang akan
membuat terampil dalam melakukan keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat
seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan.[15]
C.
PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM UNTUK MENINGKATKAN
KEMANDIRIAN DAN KETERAMPILAN ANAK TUNA GRAHITA
Metode bimbingan dan konseling untuk
meningkatkan kemandirian dan keterampilan anak tuna grahita
Metode bimbingan dan konseling bila
dilihat dari segi komunikasi dibagi menjadi dua yaitu[16]
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode ini juga dapat diterapkan
bagi anak berkebutuhan khusus.
1.
Metode langsung
Metode langsung adalah metode dimana
konselor melakukan komunikasi secara betatap muka dengan konseli, metode ini
dapat dilakukan dengan :
a.
Metode individual
Konselor
melakukan komunikasi langsung dengan konseli secara individual, hal ini dapat
dilakukan dengan percakapan pribadi atau kunjungan ke rumah (home visit)
serta kunjungan observasi kerja.
b.
Metode kelompok
Konselor
melakuakan komunikasi dengan konseli secara berkelompok, hal ini dapat
dilakukan dengan diskusi kelompok, karyawisata dan ceramah, sosiodrama,
psikodrama, group teaching.
2.
Metode tidak langsung
Metode tidak langsung adalah metode
bimbingan dan konseling yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini
dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal. Metode tidak
langsung ini menggunakan media komunikasi seperti :
a.
Media cetak, yaitu media visual yang pembuatannya melalui proses
pencetakan. Media cetak ini menyajikan pesan melalui huruf dan gambar-gambar
yang diilustrasikan untuk menjelaskan pesan atau informasi yang disajikan.
Jenis media cetak ini diantaranya buku teks dan modul.[17]
b.
Media elektronik, yaitu suatu alat yang digunakan sebagai perantara
untuk menginformasikan suatu hal/masalah kepada individu/ masyarakat dalam
elektronik.[18]
c.
Media audio, yaitu media yang penyampaian pesannya hanya dapat
diterima melalui indera pendengaran. Pesan atau informasi yang disampaikan
dituangkan kedalam lambang-lambang auditif yang berupan kata-kata, musik, dan sound
effect.
d.
Media audio visual, yaitu media pelantara atau penggunaan materi
dan penyerapannya melalui indera pendengar atau indera penglihat sehingga
membangun kondisi yang dapat membuat individu memperoleh pengetahuan,
keterampilan , dan sikap.[19]
e.
Media interaktif, dalam media interaktif tidak hanya memperlihatkan
media atau objek saja, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama
mengikuti bimbingan dan konseling, seperti bimbingan kelompok dan konsleing
kelompok.
Metode
bimbingan dan konseling dalam meningkatkan kemandirian belajar anak tuna
grahita menggunakan metode langsung secara berkelompok yaitu konselor (guru
kelas) melakukan komunikasi dengan konseli secara berkelompok, hal ini dapat
dilakukan dengan diskusi kelompok, karyawisata atau ceramah, sosiodrama,
psikodrama, group teaching[20] yang didalamnya terdapat tiga metode yaitu
metode ceramah, metode tanya jawab dan metode eksperimen. Metode ini dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dengan anak
agar nantinya guru dapat secara langsung untuk berinteraksi dengan anak-anak
meskipun ada satu metode yang digunakan guru dengan cara memberikan tugas
diluar kelas kepada anak-anak. Diantara metode langsung secara berkelompok yang
digunakan guru untuk meningkatkan kemandirian belajar anak tuna grahita adalah
sebagai berikut[21]
:
1)
Metode ceramah
Metode ceramah adalah penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru atau seseorang terhadap siswa. Dalam
pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan
alat-alat pembantu seperti gambar tetapi metode utama berhubungan guru dengan
siswa adalah berbicara.
Metode ceramah
yang dilakukan guru ketika memberikan bimbingan kepada anak tunagrahita agar
mandiri dalam belajar adalah[22] : petama, sebelum menyampaikan materi yang
akan dijelaskan, guru harus dapat mengkondisikan anak-anak tuna grahita dengan
cara membuat mereka menjadi lebih terkondisikan, karena pada dasarnya anak tuna
grahita memiliki keunikan masing-masing dalam menerima materi yang disampaikan
oleh guru. Proses ini penting, karena dengan
demikian anak akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru dan
membuat anak untuk nelajar menghargai orang lain.
Kedua, sebelum guru menggunakan
metode ceramah, biasanya guru memerintahkan anak untuk menulis terlebih dahulu
materi yang telah guru tulis dipapan tulis. Cara menerangkan guru dengan
menggunakan metode ceramah ini sama halnya dengan guru menerangkan dalam proses
bina diri seperti cara menggunakan sendok dan garpu ketika makan, guru mempraktekkan
dan mengenalkan materi yang disampaikan.
Metode ceramah yang digunakan guru
ketika menyampaikan materi ini didukung juga dengan guru membuat gambar dipapan
tulis. Kaitannya metode ceramah dengan membangun kemandirian belajar anak tuna
grahita adalah anak-anak tuna grahita dapat memahami penuturan secara lisan
yang dilakukan oleh guru untuk dapat memahami materi yang disampaikan oleh
guru. Anak tunagrahita memerlukan penyampaian materi secara lisan yang terus
diulang-ulang sesuai dengan kebutuhan mereka sampai mereka paham dalam setiap
proses belajarnya. [23]
2)
Metode tanya jawab
Metode tanya jawab yang berarti metode yang berbentuk
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada murid dan telah disusun sedemikian
rupa sehingga pengalaman dan pengetahuan murid yang sudah ada dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Metode tanya jawab ini juga dijadikan sebagai
ajang seberapa jauh anak mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru dan
untuk mengetahui seberapa kuat mereka bisa merekam dan mengingat apa yang telah
guru jelaskan. Terbukti jika anak tuna grahita ini ada yang sama dengan anak
normal pada umumnya, mereka bisa menjawab soal atau pertanyaan yang diberikan
oleh guru di dalam kelas.[24]
3)
Metode eksperimen
Metode eksperimen merupakan cara yang digunakan guru dalam
menyampaikan materi yang menitikberatkan pada kegiatan murid setelah murid
mengamati sesuatu, selanjutnya murid
mencoba melakukan kegiatan.
Dengan metde tersebut diharapkan murid dapt menambah pengetahuan
atau keterampilannya melalui pengalaman langsung dari kegiatan yang
dilaksanakan.
Sedangkan metode untuk meningkatkan keterampilan anak grahita
adalah sebagai berikut :
1)
Metode ceramah, yaitu cara mengajar yang digunakan pengajar dalam
menyampaikan informasi atau menjelaskan suatu materi agar para anak tunagrahita
tahu dan paham dengan apa yang disampaikan oleh pengajar
2)
Metode demonstrasi, yaitu cara mengajar yang digunakan oleh guru
pembimbing dengan memperlihatkan atau menunjukan suatu proses di depan para
anak, yang nantinya akan membuat anak benar-benar jelas dan paham tentang
materi dan akan mudah dalam prakteknya
3)
Metode Tanya Jawab, yaitu metode yang digunakan oelh para
pembimbing untuk para anak dengan memberikan pertanyaan kepada anak dan jika
anak benar dalam menjawab pertanyaan guru pembimbing akan mendapatkan hadiah.
4)
Metode pemberian tugas, metode pemberian tugas ini sangat efektif
untuk mengetahui kegemaran dan kemampuan masing-masing anak, dengan begitu
pembimbing akan lebih mudah untuk menuntun anak dalam mengembangkan
imajinasinya.
5) Metode eksperimen, metode ini
merupakan metode pengajaran yang mendorong dan memberi kesempatan pada anak
untuk melakukan percobaan sendiri. Terdapat tiga tahapan yang dilakukan anak
untuk memudahhkan masuknya informasi, yaitu dengan mendengar, menulis,
menggambar dan melakukan percobaan sendiri.[25]
BAB III
GAMBARAN UMUM
SLB N PEMBINA YOGYAKARTA
A.
LETAK GEOGRAFIS
SLB N Pembina Yogyakarta terletak disebelah selatan kota
Yogyakarta. SLB ini beralamatkan di Jalan Pramuka no. 224, Desa Giwangan,
Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Letak SLB ini cukup strategis berdekatan
dengan terminal bus Giwangan dan pasar tradisional yang cukup terkenal di
Yogyakarta yaitu pasar Giwangan. Dikatakan strategis karena fasilitas publik
tersebut bisa menjadi tempat belajar bagi siswa –siswi SLB Pembina. Sarana
prasana yang dimiliki oleh SLB ini cukup. Lokasi di Lintang -7.833399265275895 dan
Bujur 110.38960844278336.
B.
SEJARAH
SINGKAT
SLB Negeri Pembina merupakan
lembaga pendidikan yang pada awalnya menyelenggarakan pendidikan untuk
anak-anak yang mengalami
cacat mental, baik yang mampu didik maupun mampu latih. SLB Negeri Pembina didirikan melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No.051O1083 tentang organisasi dan tata kerja sekolah luar biasa Pembina Tingkat Provinsi dengan nama SLB-C Pembina Tingkat
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
cacat mental, baik yang mampu didik maupun mampu latih. SLB Negeri Pembina didirikan melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia No.051O1083 tentang organisasi dan tata kerja sekolah luar biasa Pembina Tingkat Provinsi dengan nama SLB-C Pembina Tingkat
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam perkembangannya, sejalan dengan berlakunya Undang-Undang No.22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang telah ditindak lanjuti dengan
PP.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah Otonom, SLB Pembina Yogyakarta menjadi
Kewenangan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sesuai
dengan surat keputusan Gurbernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.126 tahun 2003 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja
SLB, SLB-C Pembina Tingkat Provinsi berubah menjadi SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Dengan berubahnya nama tersebut memiliki implikasi
yang sangat luas. Khususnya terhadap penerimaan peserta didik, yang sebelumnya hanya menerima siswa tunagrahita, sekarang menerima dari
berbagai jenis kekhususan. Sejak tahun 2006 SLB Negeri Pembina menjadi salah satu Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Sentra PK-PLK.Sentra PK-PLK adalah salah satu program dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dengan program utamanya pengembangan keterampilan anak berkebutuhan khusus dalam rangka menyiapkan anak berkebutuhan khusus
untuk dapat kembali ke masyarakat dengan penerimaan yang wajar.
SLB, SLB-C Pembina Tingkat Provinsi berubah menjadi SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Dengan berubahnya nama tersebut memiliki implikasi
yang sangat luas. Khususnya terhadap penerimaan peserta didik, yang sebelumnya hanya menerima siswa tunagrahita, sekarang menerima dari
berbagai jenis kekhususan. Sejak tahun 2006 SLB Negeri Pembina menjadi salah satu Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Sentra PK-PLK.Sentra PK-PLK adalah salah satu program dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa dengan program utamanya pengembangan keterampilan anak berkebutuhan khusus dalam rangka menyiapkan anak berkebutuhan khusus
untuk dapat kembali ke masyarakat dengan penerimaan yang wajar.
C.
VISI MISI SLB N PEMBINA
SLB N Pembinan memiliki Visi Misi sebagai berikut :
Visi : Terwujudnya Tunagrahita yang mandiri, beriman, dan
bertaqwa.
Misi :
1.
Menyelenggarakan pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.
2.
Menyelenggarakan pendidikan keterampilan berorientasi pada potensi
tunagrahita, potensi keluarga/lingkungan, dan potensi pasar.
3.
Membentuk koperasi wirausaha “tunagrahita mandiri” untuk mendorong tambah
dan kuatnya usaha tunagrahita (siswa dan alumni).
4.
Menyelenggarakan asrama bagi tunagrahita.
5.
Menyelenggarakan program latihan bagi alumni.
6.
Menjalin kerjasama dengan orang tua, masyarakat, lembaga negeri dan swata,
pengusaha, dalam upaya memandirikan tunagrahita.
7.
Menyelenggarakan kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah dan di
masyarakat.
D.
SDM/PERSONIL
Menurut data yang diperoleh, bahwasannya SLB Pembina
Yogyakarta memiliki 55 guru dan karyawan. Data tersebut adalah sebagai berikut
:
No.
|
Uraian
|
Jumlah
|
1.
|
Guru PNS
|
49
|
2.
|
Guru Tidak Tetap
|
6
|
3.
|
Tenaga Kependidikan PNS
|
10
|
4.
|
Tenaga Kependidikan PTT
|
15
|
Jumlah
|
80
|
E.
SARANA YANG DIMILIKI
SLB Pembina Yogyakarta memiliki lengkap.Diantaranya
adalah ruang kelas yang representatif bagi siswa, ada lapangan olahraga bagi
siswa. 2 perpustakaan, 9 ruang kerja/praktek, mushola, auditorium, taman
bermain, UKS, klinik rehabilitasi, taman bermain, laboratorium komputer,
laboratorium IPA, laboratorium ICT, dan ruang kesenia. SLB ini juga sangat luas
sehingga cukup nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Data tersebut adalah
sebagai berikut :
Fasilitas Fisik
No.
|
Jenis Sarana
|
Jumlah
|
1.
|
R. Kepala Sekolah
|
1
|
2.
|
R. Wakil Kepala Sekolah
|
1
|
3.
|
R. Guru
|
1
|
4.
|
R. Kelas
|
14
|
5.
|
R. BK
|
1
|
6.
|
R. Sekber
|
1
|
7.
|
R. Perpustakaan
|
2
|
8.
|
R. Tamu
|
1
|
9.
|
R. UKS
|
1
|
10.
|
Gudang
|
1
|
11.
|
Dapur
|
1
|
12.
|
Auditorium
|
1
|
13.
|
Garasi
|
1
|
14.
|
Kamar Mandi
|
10
|
15.
|
R. Penjaga
|
1
|
16.
|
R. Boga
|
2
|
17.
|
R. Bengkel
|
1
|
18.
|
R. Kecantikan
|
1
|
19.
|
R. Batik
|
1
|
20.
|
R. Busana
|
1
|
21.
|
R. Kayu
|
1
|
22.
|
R. Bermain
|
1
|
23.
|
R. Musik
|
1
|
24.
|
Lab. Komputer
|
1
|
25.
|
R. Klinik
|
1
|
26.
|
R. Fitness
|
1
|
F.
MODEL PENANGANAN
Model penanganan pembelajaran di SLB N Pembina Yogyakarta
berbeda-beda sesuai dengan tingkat usianya. Ada 4 tingkat pendidikan yang
dilaksanakan di SLB N Pembina Yogyakarta yaitu ; TK, SD, SMP, dan SMA. Model
pembelajaran bagi anak-anak TK di SLB Pembina masih berorientasi pada bermain.
Dimana pola bermain ini bertujuan untuk menimbulkan respon yang aktif pada
anak. Tingkat SD diajari dasar-dasar membaca, menulis dan menghitung. Saat kami
memasuki kelas, sedang ada pembelajaran Tuna Grahita Ringan, mereka sedang
diajari menghafal nama-nama temannya serta menulis nama teman-temannya dengan
benar. Anak SMP dan SMA diberi ilmu keterampilan sesuai dengan minat dan
kemampuannya, diantaranya adalah Boga, Bengkel, Kecantikan, Batik, Busana,
Kayu, Musik, Komputer, Pertanian, dan Ilmu Wirausaha.
Untuk penanganan ketika ada suatu permasalahan akan
ditangani oleh Psikolog, karena tidak ada Guru BK di Sekolah ini. Psikolog akan
memanggil pihak-pihak yang terlibat konflik. Akan ditanya penyebabnya, kadang
seseorang seorang anak memukul temannya dikarenakan bercanda yang berlebihan.
Sehingga mereka diberikan nasehat-nasehat yang membangun dan memberi mereka
peringatan apabila perbuatan yang dilakukan melewati batas. Kondisi setelah
konflik yang terjadi antar teman biasanya mereka hanya berlangsung sesaat,
karena mereka sudah lupa dengan konflik yang terjadi dengan temannya. Sehingga
tidak ada konflik yang berkepanjangan.
Apabila masalah yang terjadi cukup parah, sekolah juga
melakukan respon cepat dengan melarikan ke rumah sakit ketika ada perkelahian
hingga berdarah. Semua permasalahan yang terjadi akan dilaporkan secara rutin
oleh psikolog saat rapat sekolah. Psikolog juga meminta kerjasama dengan semua
pihak yang terlibat agar menyatukan pendapat. Jangan sampai guru yang ini
bilang boleh, sedangkan yang laen membolehkan. Contohnya adalah perijinan
mengendarai sepeda motor, yang seharusnya memang dilarang.
G.
JENIS EKLUSIF YANG DITANGANI
Jenis eklusif yang ditangani adalah siswa yang menderita
Tunagrahita dan ada 30 siswa autis di jenjang TK-SMP. Tunagrahita di sekolah
ini juga ada 3 pengelompokan, yaitu Tunagrahita Ringan, Sedang, dan Berat.
H.
PRESTASI
Prestasi yang diraih oleh siswa-siswinya yaitu lulusan
mereka diterima diberbagai lembaga dan kampus, ada yang diterima di UNY, ada
yang diterima di kehutanan, AHASS, bahkan ada yang lolos kejuaraan Basket di
Amerika Serikat.
I.
PROFIL SUBYEK SURVEI
Kami melakukan wawancara kepada Guru dan Psikolog. Yaitu
Ibu Nurjannah dan Pak Hartanto. Bu Nurjannah bekerja di SLB N Pembina kurang
lebih sudah 30 tahun. Pak Hartanto selain menjadi Psikolog di SLB, beliau juga
menjadi guru TI/Komputer bagi siswa-siswi. Pak Hartanto juga secara pribadi
memberikan pelajaran wirausaha bagi siswa-siswi SLB dengan mengajari berjualan
kepada guru-guru yang ada disana.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
UPAYA MENINGKATKAN KETRAMPILAN DI SLB N PEMBINA
YOGYAKARTA
Sebelum pengarahan keterampilan yang diinginkan oleh masing-masing siswa
mereka awalnya dilakukan asesmen terlebih dahulu dengan cara melakukan
penyebaran angket pemilihan minat dan bakat sesuai dengan yang mereka inginkan,
selain itu juga ada psikologi parenting
untuk orang tua yang bertujuan agar ekstra yang diambil itu sesuai dengan
keahlian, minat dan bakar anak. Keterampilan-keterampilan yang di berikan mulai
dari mereka duduk di kelas 7. Tujuan keterampilan yang diberikan ini yaitu agar
mereka juga mampu mempertahankan diri, bersaing di masyarkat dan mampu
menghidupi dirinya dengan keterampilan yang dimiliki.
Di SLB N pembina yogyakarta memiliki beberapa ekstrakulikuler yang
bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan-ketrampilan siswa. Keterampilan
tersebut meliputi keterampilan tata boga, tata rias, tata busana, teknik
komputer, kayu, musik, pertanian dan kewirausahaan. Metode yang digunakan di
SLB N Pembina Yogyakarta lebih menggunakan metode modelling dan imitasi dimana
metode tersebut bertujuan untuk memberikan contoh gimana caranya melakukan
keterampilan-keterampilan yang diajarkan, misal ekstra kewirauasahaan mereka
diajak untuk berbelanja di pasar sehingga mereka bisa mengerti tentang
bagaimana caranya bertransaksi jual beli di pasar. Selain itu disana juga ada
praktek kerja lapangan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka
yang di sesuaikan bidang nya masing masing, selain itu juga mengajarkan mereka
tentang bagaimana caranya berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat
umum.
SLB Negeri Pembina Yogyakarta juga mempunyai relasi-relasi yang itu
digunakan sebagai tempat penyaluran setelah mereka lulus nanti misal seperti, kerja sama dengan
Fakultas Kehutanan UGM untuk keterampilan pertanian, AHASS untuk keterampilan tehnik mesin, dll.
B.
TAHAPAN PROSES PELAYANAN
1.
Tahap persiapan
Pada tahap persiapan di SLB Negeri Pembina yogyakarta
dilakukan pengisian angket yang berisi tentang
bidang keterampilan yang mereka pilih. Terdapat tiga kolom pilihan yang
bisa mereka pilih. Selain itu juga terdapat kegiatan psikologi parenting yang
sasaran utamanya dari orang tua sehingga para orang tua mampu dan mau menerima
kondisi anaknya dan tetap mengamati anaknya tentang minat dan bakat yang
dimiliki anaknya. Sehingga laporan dari orang tua tersebut dapat dijadikan
bahan untuk pengelompokan bidang keterampilan bagi masing masing siswa.
2.
Tahap pengelompokan
Setelah tahap
persiapan adalah tahap pengelompokan mengenai bidang keterampilan yang
di pilih oleh masing-masing anak dan arahan dari orang tua siswa, tetapi disini
guru BK juga melihat dari perkembangan anaknya dan bakat dari anak tersebut.
Selain itu jika suatu jurusan sudah melebihi kuota maka mereka ditaruh pada
pilihan kedua. Misalnya, Bunga pilihan jurusan pertama tata boga, kedua
kecantikan. Karena tata boga sudah 10 orang jadi Bunga ditaruh pilihan kedua.
Karena maksimal satu jurusan 3 siswa.
3.
Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaannya siswa
diarahkan untuk mengikuti bidang keterampilan sesuai dengan apa yang dipilih
awal, tetapi ketika selama 2 minggu siswa mengalami permasalahan atau pilihan
yang dipilih tadi tidak sesuai maka dari
pihak BK memberi pengarahan lagi terhadap orang tua dan anak agar bidang
keterampilan yang di tekuni anak mampu meningkatkan keterampilan anak, sehingga
kemandirian dapat di capai.
4.
Tahap evaluasi
Pada tahap evaluasi dilaksanakan selama satu bulan
sekali, yaitu pada saat rapat akhir bulanan yang oleh para guru mapel, wali
kelas kepala sekolah dan karyawan lainnya.
C.
PRESTASI YANG DIDAPAT
Prestasi yang pernah di raih oleh SLB N Pembina
Yogyakarta sebagai berikut :
1.
Salah satu siswa dari SLB Pembina Yogyakarta berhasil lolos masuk UNY di
bidang olahraga.
2.
Siswa SLB N Pembina Yogyakarta juga berhasil menjalin kerja sama dengan
fakultas kehutanan UGM di bidang
keterampilan perkebunan.
3.
Bekerja sama dengan Ahass di bidang keterampilan tehnik mesin.
D.
TINGKAT KETERAMPILAN
Tingkat kemandirian disana dilihat dari seberapa mereka mampu berkomunikasi
dengan orang lain, mengurus dirinya sendiri, ,elaksanakan tugas-tugas yang
telah diberikan dan mampu melaksanakan perintah dari guru pendamping.
BAB
V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Untuk meningkatkan keterampilan keterampilan siswa
disana, SLB N pembina Yogyakarta
mengadakan 10 ekstrakulikuler yang itu bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
siswa disana agar mampu bertahan hidup dan komunikasi dimasyarakat nanti.
2. Dalam melakukan tahapan-tahapan pelayanan di sana
terdapat 4 tahapan dari tahapan persiapan, tahapan pengelompokan, tahap
pelaksanaan dan tahap evaluasi.
3. Di SLB Pembina Yogyakarta juga mampu meraih prestasi
mulai dari kerjasama, prestasi, dan output dari alumni.
4. Tingkat kemandirian siswa di tentukan dari bagaimana dia
mampu merawat dirinya dan mampu berkomunikasi ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Aunur rahim faqih. 2004. bimbingan dan konsleing islam.Yogyakarta
: UII press.
Dea nurkomalasari. 2016. bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
kemandirian belajar anak tuna grahita SLBN pembina yogyakarta, skripsi
fakultas dakwah dan komunikasi uin sunan kalijaga yogyakarta.
M. Chobib thoha. 1996. kapita selekta
pendidikan islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mochammad nursalim. 2013. pengembangan
media bimbingan dan konseling. Jakarta:
@akademia.
Mohammad ali & Mohammad asori.
2006. psikologi remaja perkembangan peserta didik. jakarta: bumi aksara.
Moh. Amin. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Depdikbud.
Muljono
Abdurahman dan Sujaji Pendidikan Luar
Biasa Umum Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sartini nuryoto. Tt . kemandirian
remaja, (ditinjau dari tahap perkembangan jenis kelamin dan peran jenis),
jurnal psikologis.
Satria, Pengertian keterampilan dan jenisnya, http://id.shvoong.com/
businessmanagement/humanresources/297108-pengertian-keterampilandan-jenisnya/, diakses pada 07
Desember 2017, pkul 13.00 WIB.
Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar biasa. Bandung:
Refika Aditama. Sartini nuryoto. Tt. kemandirian
remaja, (ditinjau dari tahap perkembangan jenis kelamin dan peran jenis),
jurnal psikologis.
Sri Puji Lestari. 2015. Pemberdayaan
Tunagrahita melalui Pelatihan ketrampilan di Sekolah Luar Biasa Wukirsari,
Imogiri, Bantul, Skripsi Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijjaga
Yogyakarta.
www.M.compasiana.com/lensamutiara/media/komunikasi_55006a6aa333115373510e36,
diakses pada senin, 07 Desember 2017, pukul 16:00 WIB.
http://sarjanaku.com/2011/05/media-udio-visual.html,
diakses pada senin, 07 Desember
2017, pukul 16:45 WIB.
Widyatun. 2010. Ilmu Perilaku Cetakan Pertama. Jakarta: Rineka Cipta.
EmoticonEmoticon