Menjadi seorang
konselor adalah suatu pekerjaan yang umumnya menjadi cita – cita seorang
mahasiswa bimbingan dan konseling. Tentunya tidak mudah untuk mencapai hal
tersebut. Karena seorang konselor yang tidak konsisten atau tidak disiplin bisa
berdampak buruk pada seorang klien. Dampak
buruk itu bisa dalam bentuk jangka panjang atau jangka pendek.
Oleh karena
itu perlu adanya sebuah standar kualitas untuk konselor. Ada juga standar
kualitas konselor professional. Selain masalah kualitas konselor sebagai sebuah
standar, juga adanya batas minimal dan beberapa kriteria untuk masalah
pendidikan yang di tempuh oleh seorang konselor.
Seorang
klien yang akan dihadapi konselor memiliki karakter yang berbeda – beda. Ada
yang pendiam dan sulit untuk dipahami masalah yang dihadapi, juga ada yang
hiperaktif dan dibalik sifat hiperaktifnya itu memiliki masalah yang sangat
tidak di duga.
Seorang
konselor seharusnya bisa mengatasi masalah klien. Tidak hanya itu, konselor
juga harus memahami semua karakter seorang klien dari aspek apapun dan kondisi
yang bagaimanapun, supaya tercapainya seorang konselor yang professional.
Dalam
makalah ini membahas tentang kualitas seorang konselor. Kemudian masalah
standar pendidikan bagi seorang konselor. Tidak hanya membahas hal itu saja,
makalah ini juga membahas seorang klien. Yaitu tentang segala karateristik yang
dimiliki klien yang akan dihadapi oleh seorang konselor.karena
dengan mempelajari karakteristik seorang klien akan membatu konselor untuk
mengatasi dan melakukan bantuan kepada seorang klien. Karena setiap individu
memiliki karakteristik karakteristik yang berbeda dan semua karakteristik itu
bukan syarat yang harus di bawa oleh
seorang klien, kadang kala konselor nanti dapat menemukan klien yang tertutup,
terbuka, pendiam dan lain-lain. Oleh karena itu kami akan mencoba membahas
karakteristik dan kualitas pendidikan seorang konselor.
B.
Rumusan
Masalah
dalam
makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana karakteristik seorang klien?
2.
Apa kriteria atau standar pendidikan bagi seorang konselor?
3.
Bagaimana kualitas seorang konselor yang baik?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat di simpulkan bahwa
tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui karakteristik seorang klien
2.
Unutk mengetahui kriteria atau standar pendidikan bagi seorang konselor
3.
Untuk mengetahui kualitas konselor yang baik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Klien
Ketika
Kita berbicara tentang konseling tak akan luput dengan proses konseling antara
konselor dan klien. Kedua sama – sama memiliki karakteristik yang melekat pada
diri konselor maupun klien, akan tetapi bedanya apabila karakteristik konselor
harus ada dan harus di penuhi agar proses konseling bisa berjalan dengan
efektif, beda dengan halnya karakteristik seorang diri klien, klien tak harus
mempunyai karakteristik yang telah di tentukan karena karakteristik tersebut
membawahi keadaan yang di alami seorang klien.
Klien
yang menemui konselor tidak harus memiliki kepribadian tertentu sehingga dapat
di terima oleh seorang konselor, akan tetapi
klien datang kepada konselor dengan membawa permasalahan yang sedang di
alami sehingga membawa karakteristik-karakteristik yang sesuai dengan problem
yang di hadapi oleh seorang klien, kepribadian atau karakteristik disini sangat
beragam dan seoarang konselor tidak boleh memaksakan tentang karakter atau
sikap klien karena klien hanya berharap bahwa masalah yng di alami akansegera
selesai dan menemui solusi.
Seorang
klien akan membawa aspek aspek yang terdiri dari sikap, emosi, motivasi,
harapan, keemasan yang semua itu akan
terungkap ketika dalam proses konseling berjalan. Seorang klien yang terbuka
akan membuka diri secara berlahan-lahan yang hal ini di sengaja maupun tidak di
sengaja, tetapi ada juga seorang klien yang menutup dirinya dan tidak perduli
dengan keadaan konselor maka di sinilah kewajiban seorang konselor untuk selalu
berusaha agar klien mau membuka permasalahan yang ada dalam dirinya, sehingga
konselor dapat menggali informasi dari dalam diri klien.
Willis
(2009) mengungkap kan bahwa seorang klien mempunya karakteristik-karakteristik
berikut merupakan karakteristiknya,
1.
Klien sukarela
Klien
sukarela adalah klien yang datang berdasarkan keinginan sendiri karena memiliki
maksud dan tujuan tertentu. Hal ini berupakeinginan memperoleh informasi,
mencari penjelasan mengenai masalah, karir, studi maupun permasalahan lainnya.
Di bawah uni merupakan.
a.
Datang atas kemauan diri sendiri
b.
Segera dapat beradaptasi dengan konselor
c.
Klien mudah terbuka dan mudah
menceritakan permasalahanna kepada konselor.
d.
Sungguh-sungguh
e.
Mengungkapkan permasalahan secara
jelas
f.
Bersahabat dengan konselor
g.
Bersedia mengungkap rahasia
walaupun menyakitkan.
meskipun
klien sukarela datang dengan keinginannya sendiri tetapi disini seorang
konselor harus tetap mempelajari yang berkaitan tentang sikap, emosi, dan
harapannya dalam proses konseling. Hal ini
sangat mempengaruhipada diri klien, yang mengharapkan bahwa konseling
dapat memenuhi harapan dan kebutuhan seorang klien.[1]
2.
Klien terpaksa
Jika
klien sukarela datang karena keinginan dirinya sendiri, tetapi klien terpaksa
atang bukan jkarena keinginannya sendiri tetapi karena berdasarkan dorongan
dari orang-orang di sekitarnya seperti keluarga, teman dekat maupun kerabat.
Berikut merupakan ciri-ciri klien terpaksa.
a.
klien terpaks akan bersifat
tertutup kepada konselor
b.
sulit untuk berbicara dan terbuka
terhadap konselor
c.
selalu bersikap curiga
d.
kuran bersahabat
e.
menolak secara halus bantuan
konselor
mungkin
akan muncul sebuah pertanyaan, bagaimana mengatasi seorang klien yang seperti
ini? Disini seorang harus mampu menyakinkan kepada seorang konselor bahwa proses konseling bukanlah semata-maaunuk
orang yang sedangmemilki maslah saja atau gangguan tentang kepribadiannyasaja
tetapikonseling merupakan salah satu cara untuk mempermudah seseorang untuk
membantu menyelesaikan masalah yang di alami klien ketika hal ini berhasil
dilakukan maka akan memunculkan perasaan pada diri klien dan membuat seorang klien
menjadi percaya dan nyaman terhadap konselor.
Sehingga seorang klien yang awalnya terpaksa akan dengan sendirinya
terbuka kepada seorang konselor.
3.
Klien enggan
Berbeda
lagi dengan klien enggan, klien enggan adalah klien yang tidak ingin masalahnya
di bantu oleh konselor tetapi klien enggan hanya suka berbincang-bincang dengan
seorang konselor yang salah satu tujuannya untuk sharing kepada seorang
konselor. Tetapi dalam mengambil tindakan sepenuhnya di ambil oleh klien.
Berikut merupakan carauntuk mengatasi klien enggan,
a.
Memberikan pemahaman atas
kekeliruannya,
b.
Memberi kesempatan agar klien di
bimbing oleh konselor atau lawan bicara lainnya.
4.
Klien menentang/ bermusuhan
Klien
bermusuhan termasuk karakteristik klien yang melanjutkan dari klien terpaksa
tetapi klien ini mempunyai pemasalahan yang cukup serius, klien ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut.
a.
Tertutup
b.
Menentang
c.
Bermusuhan
d.
Menolak secara terbuka
Terus
bagaimana seorang klien mengatasi masalah seperti ini, mungkin di bawah ini
bisa di jadikan cara konselor untuk mengatasi seorang klien.
a.
Bersikap ramah, bersahabat, dan
empati terhadap klien
b.
Bersikap peduli terhadap klien
c.
Dapat menerima perilaku klien
d.
Memberi toleransi terhadap klien
e.
Bersikap sabar
f.
Menunggu waktu yang tepat untuk
berbicara mengenaipermasalahan klien.
g.
Memahami keinginan klien yang
tidak mau di bimbing[2]
h.
Memberi penjelasan tentang apa
itu konseling
i.
Mengajak negosiasi dengan klien
5.
Klien krisis.
Karakteristik
klien yang terakhir yaitu klien krisis, klien krisis adalah klien yang sedang
mengalami musibah misal kematian orang terdekat, korban bencana, pemerkosaan
dan lain-lain tugas konselor di sini adalah memberikan bantuan dan dorongan sehingga
dapat membuat klien menjadi stabil, bangkit dan keluar dari masa-masa kelam
walaupun itu semua sulit dan butuh usaha keras. Di bawah ini merupakan
ciri-ciri klien krisis
a.
Tertutup, klien ini emnutup diri
dari keadan luar
b.
Amat emosional, memiliki emosional
yang tidak stabil
c.
Histeris
d.
Hilangnya kemampuan berfikir
secara rasional
e.
Tidak mampu mengurus diri dan
keluarga
f.
Membutuhkan pendamping yang
sangat di percayai
Menurut willis klien seperti ini membtuhkan
penanganan yang cepat, karena apabila di lihat dari keadaan klien yang
mengkhawatirkan, beliau menyebutkan ada tiga langkah untuk mengatasi klien
seperti ini, berikut penjelasaannya
a.
Menentukan sejauh mana kondisi
klien.
Seorang konselor sebelum menuju ke inti permasalahan
seorang konselor harus mempelajari bagaimana kondisi seorang kliennya, apalagi
di sini adalah konseli yang krisis tentunya sangat beda dengan klien-klien
lainnya
b.
Menentukan orang-orang yang
mampu membantu konselor untuk mengatasi
permasalahan klien misal orang tua, teman, pasangan hidup atau orang yang
berpengaruh bagi kondisi klien.
c.
Bantuan dalam bentuk pertolongan
langsung, misal memberikan klien peluang untuk menyalurkan perasaan klien
kemudian memberi bantuan secara psikologis.
Sedangkan
menurut lesmana karakteristik klien di bagi menjadi dua sisi yaitu klien yang
sukses dan klien yang kurang sukses, di bawah ini merupakan penjelasan dari
klien sukses dan kurang sukses, sebagai berikut;
1.
Klien sukses
a.
Klien sukses menurut lesmana
memiliki ciri-ciri sebagai berikut
1.
Young
2.
Attraktive
3.
Verbal
4.
Intelegent
5.
Succesful
b.
Klien yang kurang sukses
1.
Homely
2.
Old
3.
Unitellegent
4.
Nonverbal
5.
Disadvantaged
6.
Dumb
Lesmana
juga berpendapat selain dari karakteristik yang telah di sebutkan di atas ,
karakteristik klien yang juga penting yaitu keinginan klien untuk berubah,
menurutnya kesiapan klien disini sangatlah penting dalam proses konseling
merupakan hal yang bisa menjadi kunci berhasilnya proses konseling. Hal ini di
dasarkan pada tujuan akhir dari proses konseling adalah perubahan taingkah laku
atau perilaku dari seoarang klien, jadi kesiapan dari diri dalam klien yang di
perlukan apabila diri klien yang belom siap maka disini peran konselor sebelum
melaksanakan konseling sebaiknya membuat seorang klien untuk siap terlebih
dahulu.karena tanpa adanya kesiapan klien akan menutup diri dan tidak terbuka
terhadap konselor, sehingga konselor juga kesulitan untuk menggali informasi
dari dalam diri klien, apabila hal ini sudah dapat di lakukan maka jalan terang
tercapainya proses konseling akan sedikit terbuka.[3]
B.
Kualitas
Dan Pendidikan Konselor
1.
Karakteristik konselor
mempengaruhi kualitas konselor.
Seorang
konselor tidak dilahir bukan karena pendidikan dan latihan keprofesionalnya
semata mata. Menjadi seorng konselor berkembang membutuhkan proses yang panjang
, mulai dari mempelajari berbagai acam teori dan latihan dan mau untuk belajar
dari setiap pengalaman dalam praktik konseling ( nelson-jones 1997 : 9)
Menjadi
konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif yaitu konselor yang mampu
mengenali diri sendiri, mampu memahami diri klien, memahami proses konseling,
dan mampu mengusai maksud dan tujuan dari konseling itu sendiri. Dalam
membangun proses konseling merupakan hal penting dan menentukan dalam melakukan
konseling. Karena itu konselor harus bisa membuat agar hubungan dalam bimbingan
konseling menjadi sehangat dan senyaman mungkin, sehingga proses konseling
dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada hambatan-hambatan dalam hubungan
konseling.
Seorang
konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mampu mengenali
diri sendiri, diri klien, tidak memahami maksud dan tujuan dan proses
konseling. Aga mampu memenuhi kebutuhan seorang klien seorang konselor arus
memiliki pemahaman tentang maksud dan tujuan proses konseling. Menjadi konselor
yang efektif perlu mengetahui makna kata efektif dalam proses konseling.
Seorang
konselor yang efektif perlu mempunyai pandangan yang jelas tentang tujuan dan
maksud dari apa itu konseling, beberapa tujuan konseling adalah membatu klien
merasa lebih baik, membatu klien menadi percaya diri, melakukan perubahan
terhadap tingkah laku klien kearah positif, membatu klien agar memperoleh
keterampilan untuk mengahapi situasi pada saat ini dan kemudian hari dalam
cara-cara yang kontrukstif.
Aspek
kunci lainnya dalam konseling
yang efektif adalah hubungan konseling yaitu kualitas hubungan antara konselor
dengan klien. Menurut carl rogersmenyebutkan tiga kualita utama yng di perlukan
seorang konselor agar konselingnya efektif, berikut merupakan tiga kualitas
tersebut;
1.
Kongruensi
Konselor
yang mempunyai kualitas ini yaitu seorang konselor yang dalam perilaku hidupnya
selalu menjadi dirinya sendiri yang untuh dan menyeluruh
2.
Empati
Konselor ini dapat merasakan
pikiran dan perasaan orang lain dan ada rasa kebersamaan dalam diri klien
3.
Perhatian positif tanpa syarat
pada klien
Memberikan perhatian kepada
klien, konselor memberikan perhatian tanpa syarat maksudnya konselor disini
menerima apa andanya sesuatu yang ada dalam diri klien,bahkan sesuatu yang memuakkan
orang lain, halini ida mudah untuk mencapainya oleh karena itu di perlukan
pengalaman, kesabaran, serta pengenalan diri sendiri terlebih dahulu[4]
Bertolak dari Undang-undang no.20/2003
pasal 1 ayat 1 yang menyatakan pendidikan merupakan “usaha sadar untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk menguatkan kekuatan spiritual, mampu
menguasai diri kepribadian etika dan span santun, kecerdasan akhlakul karimah
serta ketrampilan yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan
bangsa.
Dari
uraian diatas dapat kita simpulkan, semestinya seorang konselor memiliki
ketrampilan dan sifat – sifat yang harus ditanamkan pada diri konselor. Berikut
ciri – ciri pribadi tersebut :
1.
Beriman dan bertaqwa kepada tuhan
yang maha esa
Seorang
konselor harus empunyai sifat religius, hal ini dapat dibuktikan dari
pengambilan keputusan ataupun saran, nasihat kepada seorang klien, selain itu pendekatan secara
religius sangat dibutuhkan agar seorang klien yang mempunya permasalahan,
seorang klien tetap sadar akan tujuan dan harkat manusia diciptakan di bumi
sehingga seorang klien mampu berpikir secara rasional.
2.
Konselor harus mempunyai
pandangan tentang manusia sebagai makhluk individual spiritual bermoral dan
sosial
Hendaknya
seorang konselor memandang klien bukan sebagai makhluk yang dapat di perlakukan
semena – mena sesuai dengan rasa senang konselor atau seorang klien dan masalah
yang dihadapi klien hanya dianggap sebuah permainan semata, seorang konselor
hendaknya memandang klien sebagai makhluk dalam lingkunga dan suasana yang
bermoral sehingga keputusan konselor yang diambil nanti tidak hanya didasarkan
pada pemikiran secara logika ataupun rasional, tapi berdasarkan pengalaman dan
realita yang terjadi dalam masyarakat maupun lingkungannya. Karakteristik ini
juga memiliki sebuah makna bahwa seorang klien sedang berada dalam proses
perkembangan yang sedang berkembang untuk mencapai tingkat tugas dengan segala
kekuatan kelebihan kelemahan yang hidup dalam satu lingkungan masyarakat.
3.
Seorang konselor menghargai
harkat dan martabat dan hak asasi serta sikap demokratis
Karakteristik
ini menunjukkan bahwa seorang konselor dan klien sma-sama mempunyai harkat dan
martabat yang semua itu harus dijunjung tinggi dan seorang konselor haru
menghargai hak asasi kliennya. Semisal seorang klien berhak memperoleh
perlakuan yang sama, hendaknya seorang konselor tidak membedakan klien satu
dengan klien yang lain.
4.
Menampilkan nilai moral dan norma
yang berlaku dan berakhlakul karimah
Ini
memberikan sebuah gambaran bahwa seorang konselor harus bertindak dan
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat
5.
Menampilkan integritas dan
stabilitas kepribadian dan kematangan emosional
Seorang
konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh keadaan dan suasana yang timbul pada saat proses konseling.
Konselor tidak boleh hanyut dalam permasalahan klien
6.
Cerdas kreatif mandiri dan
berpenampilan menarik
Ciri
ini sangat dibutuhkan oleh seorang konselor yang berguna dalam proses
pengambilan keputusan, selain itu konselor memilki penampilan yang menarik,
konselorharus mampu menarik hati klien karena banyak klien yang mempunyai
pandangan kreatif kepada konselor.
Di samping
ciri yang telah di sebutkan di atas, terdapat beberapa karakteristik konselor
yang pastinya mempengaruhi kualitas seorang konselor, selain itu seorang
konselor juga harus memiliki sifat yang peduli untuk membatu orang lain dalam
menyelesaikan masalah. Selain itu konselor adalah orang yang memiliki kualitas
dan ciri-ciri dimana itu akan sangat membatu profesi yang di sandangnya.
Menurut corer bahwa seorang konselor itu memiliki ciri-ciri sebagai berkut;
1.
Memiliki cara-cara sendiri.
Seorang konselor mempunyai pengembangan
yang unik dan mempunyai pandangan berdasarkan kempuan dirinya sendiri walaupun
konselor disini memakai ide-ide dan tehnik dari orang lain.
2.
Memiliki kehormatan diri dan
apresiasi diri.
Seorang
konselor dapat meminta, dibutuhkan dan menerima keberadaan orang lain dan tidak
menutup diri dari orang lain dan tidak menampilkan suatu kekuatan yang semu.
3. mempunyai
kekuatan yang utuh,
Seorang konselor harus mengenal dan
menerima dirinya, dan mereka merasa nyaman bersama orang lain.konselor juga
tidak meremehkan orang lain dan tidak juga mempertahankan ketidakberdayaan dan
ketergantungan terhadap seorang konselor.
4.
Terbuka untuk kebaikan dan
memiliki keberanian untuk mengambil resiko yang lebih besar.
Mereka.
Mereka
mengembangkan pemikiran secara luas dan mau keluar dari rasa nyaman mereka dan
mu memberanikan diri untuk mengambil resiko dari tindakan ataupun keputusan
yang di ambil untuk konselor.
5.
Terlibat dalam proses-proses
pengembangan kesadaran tentang diri dan orang lain
Kesadaran yang terbatas akan membawa
manusia kedalam kebebasan yang terbatas pula, karena kesadaran meningkatan
kemungkinan untuk lebih kaya dan terus memuncak di berbagai tingkat sperti
emosi, nilai, keyakinan dll.
6.
Memiliki identitas diri
Artinya bahwa mereka mengetahui siapa dirinya,
apa yang ingin di capai, keinginan dalam hidup, dan hal-hal yang penting bagi
mereka. Dan mereka adalah orang yang selalu berjuang untuk menjadi dirir
sendiri dan mencari arti esensial hidup.
7.
Mempunyai rasa empati yang tidak
posesif.
Mampu
mengalami dan mengetahui dunia orang lain sehingga dapat mengetahui dunia orang
lain tanpa kehilangan jati dirinya sendiri.
8.
Hidup
Pilihan
mereka berorientasi pada kehidupan. Perasaanya sangat mendalam, sangat berpartisipasi
dalam hidup, menyenangi hidup, dan lebih memilih palaha secara langsung di
banding secara sekunder.
9.
memberi dan menerima kasih sayang
Dapat
memberi bantuan dengan sepenuh hati dan dengan ketulusan hati serta kasih
sayang kepada klien, mempunyai kemampuan untuk mengerti orang lain.
10.
Hidup pada masa kini.
Mereka
tidak mengecap dirinya sebagai seseorang masa langsung dan masa yang akan
datang tetapi mereka adalah orang yang ada pada saat ini.[5]
2. PENDIDIKAN KONSELOR
Rumusan standar kopetensi konselor bisa dikatakan sebagai
suatu proses yang cukup panjang, perumusan ini melibatkan organisasi profesi
bimbingan dan konseling yaitu ABKIN,
usaha untuk merumuskan standar kopetensi konselor Indonesia di mulai
sebelum tahun 2004, ABKIN memutuskan dan menetapkan skki sebagai standar
kopetensi konselor Indonesia sehingga lahirnya peraturan menteri pendidikan
nasional no. 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kopetensi
konselor,yang ditetapkan dan di berlakukan sejak 11 juni 2008. Menurut
peraturan ini konselor adalah lulusan S-1 bimbingan konseling dan lulus PPK (
pendidikan profesi konselor) dari LPTK yang di berikan izin untuk menjalankan
izin untuk menyelenggarakan [rogam ini oleh pemerintah, ( Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional). Konselor wajib memiliki
kopetensi akademik dan professional sebagai sosok yang utuh. Pembentukan
kopetensi seorang konselor, minimal melalui pendidikan formal jenjang S-1
Bidang bimbingan konseling, yang di buktikan dengan penganugrahan ijazah
akademik ijazah akademik sarjana pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Ada
pun kopetensi professional merupakan penguasaan kiat penyelenggarakan
pengalaman dari latihan kopetensi akademik yang telah di peroleh dalam kontek
pendidikan profesi konselor, yang berorientasi pada pengalaman praktik
lapamgan.
Kompetensi – kompetensi tersebut yang harus dipenuhi
seorang konselor merupakan suatu landasan untuk pengembangan kompetensi
konselor sehingga menjadi konselor yang professional, kompetensi – kompetensi
tersebut meliputi :
1. Memahamai secara mendalam tentang konseli yang dilayani
2. menguasai landasan dan kerangka teknik bimbingan dan konseling
3. menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan agar seorang
klien yang mandiri
4. mengembangkan pribadi dan professional konselor secara berkelanjutan
dasar kompetensi tersebut maka akademik dan
professional konselor di petakan atas dasar kemampuan yang tertuang dalam
peraturan pemerintah republic Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan ke dalam kompetensi kepribadian dan professional seorang
konselor.[6]
Selain penjelasan diatas seorang konselor harus
menyadari kompetensinya yaitu batas
kewenangan dalam menjalankan tugas professional konselor. Konselor dalam
menjalankan tugasnya tidak dibenarkan menggunakan treatment diluar batas
kewenangannya.
Setiap lembaga professional memiliki ketentuan dalam
bidang – bidang apa saja anggotanya dalam tugas profesinya. Biasanya tugas –
tugas itu di sesuaikan dengan apa yang di pelajari secara formal.
Ketika konselor menjumpai seorang klien yang mempunyai
masalah diluar batas kemampuan konselor maka konselor dapat mengalih tangankan
ke pihak yang lain yang lebih professional dan lebih kompeten karena apabila
tidak mengalih tangankan ditakutkan seorang klien mempunyai masalah yang tidak
segera terselesaikan, selain itu konselor juga dapat dikatakan melakukan
kegiatan mal praktek yang itu melanggar batas- batas kewenangan dan melakukan
pelanggaran dalam kode etik konseling. Untuk menghindari tindakan yang tidak
tepat ini konselor sebagai petugas professional secara terus menerus melihat
dan mau mengevaluasi dirinya dengan status kemampuan dan kualifikasi dari
profesi yang dijalani.
Menurut Dunlop (mugen) salah satu ciri pekerjaan
dikatakan professional apabila anggota professional itu berkemampuan untuk
memonitor praktik profesi yang telah dijalani. Selain itu dalam kelompok
profesi sudah diatur mekanisme pengendalian praktik – praktik professional
untuk mengatasi para angotanya dan menjalankan tugas – tugas professional jika
salah satu anggota profesi yang melanggar kode etik yang berlaku maka
organisasi yang menaunginya dapat memberlakukan sanksi yang telah di tetapkan
dalam organisasi tersebut. Tetapi berjalan atau tidaknya fungsi pengawasan
terhadap praktik anggotanya sangat dipengaruhi oleh kehidupan organisasi
profesi itu sendiri, namun demikian yang terpenting bagi tenaga professional
untuk selalu menjalankan kegiatan profesi yang dimiliki sejalan dengan
professional yang dimliki. Dengan demikian, mereka melakukan pengontrolan
terhadsp dirinya sendiri.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
kesimpulan
dari
pembahasan makalah ini, dapat di simpulkan bawasanya;
1. seorang klien mempunyai karakteristik yang berbeda beda antara satu
dengan lainnnya. Kita tidak bisa memaksakan bahwa klien harus mempunyai
karakter maupun kepribadian sesuai dengan keinginan konselor.
2. Seorang konselor harus mempunyai karakteristik yang telah di tentukan
dan itu harus di pegang seorang konselor untuk meningkatan kualitas penanganan
dalam profesi konseling.
3. Seorang konselor minimal menempu pendidikan S-1 dan di dukung dengan
sertifikat dari lembaga yang bersangkutan berdasarkan peraturan yang ada.
B.
kritik dan saran
1.
tentunya dalam pembuatan
makalah ini masih banyak mengalami kekurangan kekurangan, dan kami berharap
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
2.
Bagi para pembaca kami
sangat membutuhkan saran anda agar makalah ini lebih sempurna.
Daftar pustaka
Latipun
2015 psikologi konseling UMM press malang
Hartono
dan soedarmadji boy 2012 psikologi konseling, kencana prenada media group:
Jakarta
Lesmana
Jeanette murad 2005 penerbit universitas
Indonesia dasar dasar konseling : Jakarta
Lubis
namora lumongga 2011 predana kencana group dasar dasar konseling : Jakarta
Hikmawati
fenti 2008 rajawali pers bimbingan
konseling : Jakarta
Supriatna
mamat 2012 rajawali pers bimbingan konseling berbasis kopetensi : jakarta
[1] Drs. Namora lumongga lubis M.Sc memahami dasar dasar konseling hlm 48
Dr. Fenti hikmawati , bimbingan
konseling hlm. 41
[2] Ibd 49-50
Ibd 42
[3] Namora lumongga lubis memahami
dasar dasar konseling hlm. 50-51
Dr mamat supriatna bimbingan dan
konseling berbasis kopetensi hal 19-21
[7]Latipun psikologi konseling hlm 185
EmoticonEmoticon